Pemilhian umum(Pemilu) akan berlangsung pada tahun depan. Tahun 2019 akan menjadi tahun pertama di Indonesia dimana pemilan Pileg dan Pilpres akan diberlangsungkan secara serentak setelah Indonesia mengalami reformasi pasca jatuhnya Presiden Soeharto.
Pemilu merupakan pesta demokrasi dan ini merupakan keistimewaan dari demokrasi. Dengan demokrasi, setiap warga yang telah cukup umur dan memenuhi persyaratan bisa memilih secara langsung siapa pemimpin dan perwakilannya di institusi resmi pemerintahan. Tentu saja ini tidak ada di negara monarki, karena sistem monarki hanya meneruskan dari pemimpin sebelumnya.
Keistimewaan demokrasi ini membuat siapa saja berpeluang untuk menjadi orang penting di Indonesia, dan tentu saja untuk menjadi R1 menjadi puncak dari karir politik. Meski demikian, demokrasi juga melahirkan kebebasan bagi siapa saja untuk mengeluarkan pendapatnya, dari sinilah tak jarang membuat banyak persoalan baru.
Dalam demokrasi setiap kubu pasti akan mencoba menjatuhkan rival tentu saja ini bertujuan untuk menaikkan posisi kubu sendiri.
Kembali ke Pemilu 2019 mendatang, ada banyak gejolak yang terjadi di Indonesia meskipun pemilu masih akan berlangsung beberapa bulan – beberapa masyrakat khususnya yang ada di internet telah melakukan berbagai ‘serangan’ antar kubu. Ini pula yang menjadi buah demokrasi, karena melahirkan perbedaan dalam pandangan dan ini pun merupakan hal lumrah. Sayangnya, tak sedikit pihak-pihak yang ingin mencari kemengan dengan menghalalkan segala cara – tentu saja hal ini yang bisa merusak demokrasi itu sendiri.
Pesta demokrasi dan tensi tinggi
Pemilihan kepala daerah yang telah terjadi sebelumnya membuat tak sedikit masyarakat yang takut akan terjadinya tensi tinggi karena banyaknya oknum-oknum yang membuat provokasi.
Tak ada yang salah dengan berbeda pendapat, karena memang inilah sesungguhnya demokrasi.
Meskipun masyarakat sudah mengetahui hal tersebut, tetapi masih saja banyak oknum yang terprovokasi oleh kabar hoax, ujaran kebencian hingga menyenggol permasalahan SARA. Hal-hal sensitif seperti ini tentu saja tidak etis digunakan dalam pertarungan di Pemilu 2019 nanti, tetapi tampaknya hal sensitif ini dianggap sebagai peluang bagus untuk meraup suara sehingga para politisi tak sedikit yang menggunakan sentimen seperti hal ini.
Pemilu merupakan pesta demokrasi, dimana setiap warga negara yang sudah memenuhi syarat berhak memilih wakil dan pemimpinnya – sangat disayangkan apabila sebuah pesta harus dirusak dengan berbagai hal buruk dan tensi tinggi. Semoga saja masyarakat Indonesia secara luas lebih bijak untuk memilih. Pilih pilihan yang sudah terpercaya, teruji dan tentunya memiliki track record yang baik. Berbeda adalah hal biasa, tetapi jangan sampai marah-marah apalagi sampai anarkis ya!