Pengacara Pembicara DPR Setya Novanto telah memindahkan laporan Komisi Pemberantasan Korupsi ke Kepolisian Negara Republik Indonesia setelah badan antigraft untuk kedua kalinya, bernama Setya seorang tersangka dalam kasus mega-korupsi seputar program E-KTP.
Hanya beberapa jam setelah KPK mengumumkan Setya menjadi seorang tersangka lagi pada hari Jumat, pengacara Setya Frederick Yunadi mengatakan bahwa dia sedang dalam perjalanan ke Departemen Investigasi Kriminal Nasional untuk melaporkan KPK ke-41 KUHP.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada akhir September menyatakan tidak beralasan dalam masalah penetapan tersangka Setya Novanto oleh KPK. Langkah pertama KPK untuk menyebutkan Setya sebagai tersangka, namun Setya Novanto menang di pra-peradilan yang membuat status tersangkanya gugur.
“KPK sedang menghina pengadilan,” kata Fredrich kepada The Jakarta Post.
Fredrich mengatakan bahwa dia juga akan mengajukan tuntutan pra-persidangan sebelumnya atas keputusan terakhir KPK untuk memberi nama pada kliennya menjadi tersangka korupsi di kasus E-KTP.
Setya dicurigai telah melakukan pelanggaran Undang-undang tentang Korupsi.
KPK menerima dia berkolusi dengan pengusaha Anang Sugiharjo dan Andi Agustinus dan mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman untuk membatalkan proyek E-KTP 5,9 triliun (US $ 3,7 miliar), yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Pengumuman tersebut muncul beberapa hari setelah Polisi Nasional mengatakan bahwa mereka telah memulai penyelidikan atas sebuah laporan yang diajukan oleh Frederick atas tuduhan bahwa ketua Saut dan KPK Agus Rahardjo telah memalsukan dokumen untuk meminta Kantor Imigrasi untuk memperpanjang larangan bepergian ke Setya.
Kasus Setya Novanto ini menyedot banyak perhatian publik. Dari masyarakat sendiri, tampaknya lebih banyak mendukung KPK dan menilai bahwa beberapa pelemahan dan serangan demi serangan yang dilancarkan ke KPK sebagai salah satu bukti bahwa apa yang dikerjakan oleh KPK adalah sebuah hal benar dan membuat orang yang mulai terganggu mulai menyerang KPK.