Pemberi pinjaman milik negara Bank Rakyat Indonesia (BRI) menaruh harapan besar pada pertumbuhan anak perusahaan pemberi pinjaman Islamnya, BRI Syariah, karena yang terakhir akhirnya mengambil langkah untuk go public untuk meningkatkan pembiayaan.
Sebagai perusahaan induk, BRI berharap BRI Syariah dapat menggunakan dana dari penawaran umum perdana (IPO) untuk memperluas pembiayaan dan membantu meningkatkan diri menjadi bank kategori BUKU III, dengan modal inti antara Rp5 triliun (US $ 355 juta) dan Rp 30 triliun.
“Kami memiliki harapan tinggi untuk BRI Syariah karena pasar syariah di Indonesia masih kecil, baik di sektor ritel maupun korporasi, sementara permintaan sangat besar,” kata direktur keuangan BRI Haru Koesmahargyo pada hari Rabu di Bursa Efek Indonesia (BEI) gedung di Jakarta.
Pada hari pertama perdagangan, saham BRI Syariah melonjak 19,6 persen menjadi Rp610 per saham, dari harga penawaran awal sebesar Rp510. BRI Syariah, terdaftar dengan kode “BRIS”, menjadi perusahaan ke-11 untuk mencatatkan sahamnya di bursa. pada tahun 2018, dan yang pertama dari jenisnya untuk anak perusahaan bank milik negara syariah.
Melalui aksi korporasi, pemberi pinjaman telah memperoleh dana segar sebesar Rp 1,33 triliun. Sekitar 80 persen dari dana tersebut akan digunakan untuk meningkatkan pembiayaan syariah. Selain itu, 12,5 persen akan dialokasikan untuk pengembangan informasi dan teknologi, dan 7,5 persen untuk memperluas jaringan cabangnya di seluruh Indonesia.
Perusahaan telah menunjuk PT Bahana Sekuritas, PT CLSA Sekuritas Indonesia, PT Danareksa Sekuritas dan PT Indo Premier Sekuritas sebagai lead underwriter.
Direktur Utama BRI Syariah Moch. Hadi Santoso mengatakan bank bertujuan untuk meningkatkan pembiayaan sebesar 17 persen tahun ini. Hasil kuartal pertama menunjukkan bahwa pembiayaan tumbuh sebesar 8,62 persen menjadi Rp 19,53 triliun, year-on-year (yoy).
Haru mengatakan dari targetnya untuk mencapai pertumbuhan dua digit dalam pembiayaan, dikombinasikan dengan dana IPO yang diterimanya, anak perusahaan BRI dapat menjadi bank dalam kategori BUKU III pada akhir 2018.
“Setelah IPO ini, BRI Syariah hanya membutuhkan Rp 200 miliar untuk mencapai kategori BUKU III, yang kami pikir dapat dicapai melalui akumulasi laba pada 2018,” katanya.
Selain itu, BRI sebagai induk perusahaan tidak memiliki rencana untuk menyuntikkan lebih banyak modal ke BRI Syariah tahun ini.
Fokus pertumbuhan perbankan
Saat ini, pemberi pinjaman terus berfokus pada perluasan pertumbuhan perbankan dan industri syariah di Indonesia, serta mengelola dana haji dan keuangan Islam lainnya. Ini juga menyediakan fasilitas untuk membiayai busana Islami, industri halal, pariwisata syariah dan lain-lain.
Ini melaporkan Rp 54,38 miliar laba bersih dalam tiga bulan pertama 2018, meningkat 63,94 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Peningkatan laba bersih terutama didukung oleh kenaikan pendapatan operasional.
Total asetnya juga naik 21,82 persen menjadi Rp 34,73 triliun, dari periode yang sama tahun lalu Rp 28,51 triliun. Rasio kecukupan modal bank mencapai 23,64 persen pada Maret, yoy.
Sementara itu, rasio kredit macet non-performing pinjaman pemberi pinjaman adalah 4,92 persen pada kuartal pertama tahun ini, lompatan dari 4,71 persen sebelumnya, meskipun masih melayang sedikit di bawah batas yang ditetapkan oleh regulator pada 5 persen.
Mengenai pembiayaan non-performing (NPF), Hadi mengatakan: “Kami telah membuat pemetaan untuk masalah NPF. Kami juga telah memastikan ketentuan yang cukup untuk NPF. ”